Lelaki subuh (1),,,oasenya orang mu'min


Lelaki Subuh ,,, inspirasi untuk teman2ku yang akan dan sedang dalam pengembaraan mencari imu


Ini tulisan copas dari eramuslim.com , di rubrik oase iman. mungkin bisa menjadi inspirasi buat teman2ku yang sedang dan akan melakukan pengembaraan mencari ilmu pengetahuan.
silakan di share jika ini memang berguna.

Oleh Rts.Mardiyati Ismail

“Mba..aku punya temen yang aneh banget lho...“ adikku berkata tiba-tiba memecahkan kesunyian sore itu.

’’Hmm..’’ aku hanya menggumam mendengar pernyataan adikku tanpa melepaskan tatapan mataku dari buku yang sedang kunikmati isinya.

’’Bener lho Mba, dia tuh salah satu orang ter-aneh yang pernah aku jumpai..’’ lanjut nya lagi.

’’Ya...wajar aja lah dek...orang aneh kayak kamu, pasti temennya juga aneh kan...?’’ Aku hanya menjawab pernyataan adikku sekenanya, sambil tersenyum menggodanya.

’’Mba...mau denger nggak sih?..ini serius..ntar mba rugi kalo gak mau dengerin aku..’’ lanjutnya dengan nada sedikit lebih tinggi.

’’Ya...kalau kamu merasa dia aneh...jangan dijadiin temen doong...sekarang aja kamu tu dah aneh banget...ntar gaul sama dia...bisa mampus Mba ngadapin kamu...’’ jawabku sekenanya.

Adik bungsu ku itu tidak memperdulikan jawabanku barusan. Melihat aku meletakkan bukuku, dengan muka yang serius dan berkerut dia mulai bercerita. Seperti biasa, kalau ekspresinya sudah begini, maka..sesibuk apapun aku –dengan terpaksa ataupun dengan kerelaan- aku HARUS punya waktu untuk mendengarkannya. Kebetulan adikku sedang weekend di kotaku. Dia sedang menyelesaikan studi masternya di salah satu kota di daerah barat Jerman, tetapi saat ini dia sedang melakukan pratikum (kalau di Indonesia setara dengan kerja praktek) di salah satu kota di bagian selatan. Kebetulan aku tinggal di kota antara barat dan selatan, sehingga dia mampir sebentar sekalian untuk menjengukku.

’’Aku kenal dia belum sampai setahun di tempat aku pratikum.’’ Adikku mulai bertutur. Pertama kali aku kenal dengan dia, orangnya sih biasa saja...nothing special. Mungkin karena kita sama-sama dari Indonesia, apalagi sesama muslim....so..akhirnya kita jadi dekat dan akrab...’’.tuturnya perlahan.

Hmm...tumben..pikirku...

Aku sangat kenal tabiat adikku yang satu ini. Dia tidak mudah untuk menyatakan seseorang itu adalah teman dekatnya. Adikku ini dalam bergaul emang teramat sangat jaim dan introvert.

’’Tumben...kamu punya temen deket dek...yang Mba tau..temen yang kamu anggap deket sejak lahir ampe sekarang kamu idup kan gak sampe 5 biji...hihi...’’ kembali aku menggodanya.

’’Pasti ada sesuatu yang yang membuat kamu betah dekat dengan dia, bener nggak?’’ kali ini aku mencoba meraba, gerangan apakah yang membuat adikku ini bisa akrab dengan mahluk yang katanya aneh ini.

’’Mba tau..??’’

’’Ya nggak lah, wong kamunya belum bilang kok.....gimana Mba bisa tau?’’ dengan sengaja aku memotong pembicaraannya.

’’Aku benar-benar menyayanginya dengan sepenuh hatiku’’. Adikku berkata lembut dengan sorot mata penuh kekaguman.

’’WHAT...wie bitte..?? Barusan kamu bilang apa??..entar dulu...orang yang sedang adek bicarain ini laki apa perempuan sih??’’ tanyaku bergegas.

’’Pffhh...Mba..ini..nyebelin banget! Ya cowok lah...’’ jawabnya ketus.

’’Emm...cowok toh...’’ jawabku ringan sambil tersenyum lebar.

’’Ikhwan?’’ timpalku lagi.

’’Hmm..kalo yang Mba maksud adalah lelaki berjenggot dan dengan segala atributnya...mungkin dia gak termasuk kategori ini deh, ,, ’’

‘’So...dia lelaki jenis yang mana,,, ?’’ tanyaku datar.

‘’Susah buat memberi definisinya..yang aku tau..kalau dilihat dari luarnya, dia adalah lelaki biasa-biasa saja. Tampangnya dan gaya bicaranya gaul banget. Tetapi..kalau kita kenal dia lebih jauh, bagiku dia adalah cowok keren, dengan segala makna yang terkandung di dalamnya!’’ kembali adikku berkata dengan sorot mata berbinar.

‘’Tapi tadi katanya dia mahluk aneh?.kok sekarang jadi mahluk keren?..gak konsisten kamu ah....’’ kembali aku menggoda adik bungsuku ini.

Hmm..kalau kata-kata pujian atau kekaguman keluar dari mulut adikku ini, berarti kualitas orang yang sedang dibicarakannya adalah memang bukan sembarangan. Adikku ini sangat pelit dengan pujian, atau mengakui kekagumannya kepada seseorang. Karena dia punya standar yang cukup tinggi dalam memberikan penilaian. Bagiku wajar saja, toh dia sendiri adalah kebanggaan di keluarga kami. Dia menyelesaikan S1-nya di jurusan teknik dalam waktu 3, 5 tahun dengan predikat cum laude di Institut bergengsi.

Semenjak semester kedua kuliah dia sudah hidup mandiri dengan hasil keringatnya sendiri. Mendapatkan beasiswa top-ten student Indonesia dan penghasilan di sana sini dengan kepiawaiannya mengajar. Selain padat dengan jadwal kuliah dan mengajar privat, dia menyempatkan diri pula untuk mengajar mengaji anak-anak di masjid dekat rumah kontrakan kami. Menghidupkan masjid, mencarikan orang tua asuh bagi anak-anak kurang mampu yang menjadi murid mengajinya, dan bahkan terkadang merangkap menjadi imam dan muadzin, bahkan tukang ojek part time mama kalau pergi ke pengajian.

‘’Coba Mba tebak ya...dia..pasti sholeh? Bener nggak?

Trus...pekerja keras. Iya khan?.and...apalagi ya?.ah, palingan seputar itulah..gak bakalan jauh-jauh dari situ..iya kan??’’ Kataku dengan senyum penuh kemenangan. Karena aku yakin sekali, tebakanku kali ini tidak akan meleset jauh.

’’Secara umum bener sih. Tapi cara sholehnya itu loh mba, yang gak masuk dalam jangkauan akalku...’’ jelasnya sambil menerawang jauh.

‘’Maksudnya? Mba gak ngerti..’’ tanyaku dengan sedikit rasa penasaran dibenakku.

’’Kita sekarang ini bukan sedang di Indonesia Mba. Kalau aku temuin dia di Indonesia, ato di Bandung misalnya..mungkin bagiku sih biasa aja.

Tapi, kalau untuk ukuran di sini -di Jerman- hmm..berat!’’. tuturnya sambil menghela nafas.

Aku terdiam sejenak dan mulai menaruh perhatian pada apa yang barusan diucapkan oleh adikku. Dalam hati aku membenarkan ucapan adikku barusan. Untuk istiqomah tetap pada aturan Allah di sini tidaklah semudah mengucapkannya. Butuh perjuangan dan kesungguhan penuh. Untuk melakukan ibadah rutin –sholat lima waktu- tidaklah semudah di Indonesia. Belum lagi untuk selalu berhati-hati dalam segala hal, menjaga diri dari makanan haram dan menjaga pandangan misalnya. Benar-benar butuh azzam.

‘’Dia temenmu sama-sama kuliah? Dia sedang ambil Master juga di sini? Dia ikut tarbiyah?’’ tanyaku beruntun.

’’Aku ketemu dia ketika sedang pratikum di Ulm. Dia juga sedang berjuang menyelesaikan program masternya’’.

‘’Beasiswa?’’ tanyaku penasaran.

’’Ndak. Dia kuliah sambil bekerja part-time di sini’’.

’’Maksud Mba, beasiswa dari keluarga’’ timpalku sambil tersenyum simpul.

‘’Ndak juga. Dia tidak mau menerima kiriman dari orang tuanya dari Indonesia. Dia nggak tega, soalnya mereka sudah cukup tua katanya’’. jawab adikku sambil tetap menjawab dengan nada serius.

‘’Oo..gitu..’’ jawabku sambil berfikir, mencari bagian yang aneh tentang temennya tersebut.

‘’Mba tau, setiap waktu sholat tiba..dia akan segera berwudhu, mengenakan pakaian terbaiknya, dan... selalu mengumandangkan adzan di kamarnya’’. lanjut adikku dengan kalem.

‘’Maksudmu?’’ adzan di apartementnya?’’ tanyaku untuk memastikan pendengaranku.

‘’Iya. Bila kita kebetulan tidak sedang di luar apartement, dia selalu melakukan hal tersebut’’.

‘’Bahkan ketika kamu sedang berada di kamarnya?’’ selidikku lagi.

’’Iya, dia tidak pernah perduli apakah lagi sendiri ataukah ada teman yang sedang mengunjunginya. Bila waktu sholat telah tiba, dia dengan cueknya adzan di kamarnya dengan suara yang syahdu dan mengajak sholat berjamaah’’. Dengan semangat adikku menjelaskan.

’’Hmm...unik juga ya..’’ sahutku sambil mencerna ucapan adikku.

Setelah hening sejenak, aku kembali bertanya kepada adikku.

’’Adek pernah tanya ke dia nggak, kenapa dia melakukan hal itu?’’ selidikku penasaran.

’’Pernah sih, setelah aku mati penasaran melihat tingkahnya yang nggak cuma sekali itu’’.

’’Trus...apa jawabannya?’’ Kucondongkan mukaku menanti jawaban dari mulut adikku.

’’Dia bilang waktu sholat sudah tiba, dan dia merasa berkewajiban untuk menyeru menegakkan sholat, menghadap Allah untuk mencapai kemenangan“. lanjut adikku.

’’Tapi kan kadang-kadang di apartemennya cuma ada dia sendirian...so, dia adzan buat siapa?’’ lanjutku dengan nada yang sedikit tecekat di tenggorokan.

’’ Iya.emang..’’ jawab adikku dengan sorot mata berkaca, menggigit bibir bagian bawahnya, berusaha menahan agar bulir kristal dari bening matanya tidak tertumpah.

Mengertilah aku kini, gerangan perasaan yang tengah melanda di hati adik bungsuku ini. Dia tengah dilanda cemburu. Cemburu kepada saudaranya yang mengekspresikan rasa cintanya kepada Allah dengan cara yang tidak pernah terlintas di kepalanya.

’’Mungkin itu emang ibadah ’andalannya’ ’’ lanjutku hanya untuk sekedar menetralisir perasaannya.

’’Kamu kan juga punya ibadah favorit yang selalu berusaha istiqomah kamu lakukan dari dulu sampe sekarang’’. Kuucapkan kata-kataku dengan sebijak dan setenang mungkin.
Adikku hanya diam, menatapku dengan tatapan yang sulit untuk aku terjemahkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LIRIK NASYID "BIKATAIBIL IMAN"

DIWAN IMAM ASY-SYAFI'I